Berawal dari Kevin yang nyuruh Sunwoo pulang cepet karena minta diewe.
Sebelum baca ini, pastikan kalau kamu bukan minor dan paham sama tags tulisannya. Tolong jangan sebar link untuk diakses sembarangan, mohon kerjasamanya!
Tags; sunkev oneshot 🔞, top!sun bot!kev, hurt comfort (sedikit di akhir), degradation, humiliation, usage porno local words (kontol, jalang, ngewe, ngentot, sepong, dll), dirty talk, blowjob, face fucking, praise kink, rimming, sex toys, mirror sex, protected sex, fingering, after care, spank, pokoknya jorok banget (kalo ada tags yang belum tercantum, boleh dm ya)
Tulisan ini sebelumnya sudah pernah aku posting dengan pairing lain dan di re-upload dengan mengganti pairing dan merombak beberapa part.
Aku sangat mengapresiasi segala bentuk feedback yang kalian kasih.
Sunwoo duduk sembari menyilangkan satu kakinya untuk bertumpu diatas kaki sebelahnya pada sofa berwarna monokrom yang letaknya berada di ruang tamu. Tatapan remeh ia layangkan kepada sang kekasih yang dalam keadaan tidak tertutup sehelai benangpun.
Keadaan Kevin saat ini bisa dibilang kacau. Manik mata yang sayu, rambut basah acak-acakan akibat peluh. Kini posisi Kevin sedang bertekuk lutut, meminta belas kasih kepada sang kekasih.
“Tadi kakak minta apa?”
“Gue...ga-gak tahan lagi.”
Sunwoo kembali menaikkan frekuensi getaran vibrator menjadi dua tingkat lebih cepat dari sebelumnya, yang terpasang dengan sempurna pada lubang anal Kevin.
“AA-AKHH...SUNWOO!” Pekik Kevin.
“Kakak tau ga? Kelakuan kakak bikin batas kesabaran gue hampir habis. Salah siapa yang suruh gue cepet pulang cuma minta diewe?”
Kevin tidak kuasa akan siksaan yang diterima. Dalam hati ia sudah mengucap sumpah serapah. Rasa takut menyelimuti dirinya, barangkali salah ucap sepatah kata yang justru membuatnya kian menderita. Maka opsi terbaik yang dapat ia lakukan saat ini adalah menggigit bibirnya sekuat mungkin untuk menahan diri.
“Cih, mana yang tadi minta dikontolin? Baru dikasih segini aja diem?”
Persetan dengan rasa malu, malam ini Kevin akan menjadi dirinya sendiri—berlutut memohon kepada sang dominan, entah bagaimanapun caranya untuk memberinya nikmat.
“Sunwoo, gue mohon banget jangan gini. Gue mau dienakin, mau rasain kontol lo ada di mulut gue, mau rasain diewe sampe tolol.”
Sunwoo tersenyum puas. Ia mulai mematikan vibrator pada remote kontrol. Memang harus seperti ini untuk membuat sisi asli Kevin muncul ke permukaan.
“Nyadar gak sih kak, kelakuan lo udah kayak lonte yang haus afeksi. Padahal sering gue kontolin, tapi sekarang malah ngemis-ngemis sambil berlutut kayak gini.”
Ada jeda beberapa detik, “Hmm... gimana ya kalau orang-orang liat kelakuan asli seorang Kevin yang disegani banyak orang ini, ternyata sekarang mohon-mohon sambil berlutut, pasang muka melas karena minta diewe? Malu ga kak?”
Kevin menelan saliva dengan susah payah. Seiring kata demi kata hinaan yang diucapkan oleh Sunwoo—justru membuatnya semakin naik dan basah. Cairan precum terus-menerus keluar dari milik Kevin. Otaknya bahkan tidak dapat mencerna dengan baik, bagaimana jawaban yang tepat atas pertanyaan yang dilontarkan Sunwoo.
“Gue udah gak perduli, kalau orang lain harus tau sisi gue yang begini. GUE. CUMA. BUTUH. KONTOL. LO. SEKARANG. JUGA.” Ucap Kevin penuh penekanan. Sunwoo buat Kevin hilang kewarasan.
Sunwoo tertawa remeh sembari menepuk kedua tangannya, mengapresiasi keberanian kekasihnya.
“Lancar banget mulutnya kalo minta diewe.”
Kevin mendengus kesal, “Mau gue sepong gak sih?”
“Jangan ngambek dong. Kakak sekolah udah berapa tahun? Masa gak tau gimana cara minta yang baik dan sopan?”
Pikiran Kevin mulai menyusun kata demi kata yang tepat agar mendapat lampu hijau dari Sunwoo.
“Sunwoo, adik manis kesayangan kakak, boleh ga kakak mainin punya kamu pake mulut? Kakak janji bakalan enakin kamu.” tangan Kevin mengusap milik Sunwoo dari balik celana jeans yang dikenakan.
Sunwoo akui bahwa Kevin paling tau titik kelemahannya. Ia suka dipuji. Ditambah lagi, melihat wajah memelas dan tatapan sayu Kevin, membuatnya semakin ingin mengisi lubang Kevin hingga penuh sembari mendesahkan namanya dengan suara yang candu.
Tanpa menunggu jawaban, ia hendak membuka kain yang menutupi milik Sunwoo. Namun, pergerakan tangannya dicegah dengan cekatan.
“Gue belum kasih lo izin! Siapa yang nyuruh lo buka celana gue pake tangan? Usaha dong yang bener, pake mulut coba!”
Brengsek, Sunwoo memang handal dalam urusan mengulur waktu dan menguji kesabarannya. Namun perintah tetaplah perintah. Ia sangat suka didisiplinkan seperti ini. Suka kala Sunwoo memberi instruksi yang tak terbantahkan. Meski sudah mulai jengah, ia akan tetap menjalankan instruksi.
Sunwoo mengubah posisi menjadi berdiri. Dengan posisi bertekuk lutut, mulut kevin mendekati bagian selatan milik Sunwoo, berusaha membuka kancing dan resleting dengan mulutnya.
Justru disini Sunwoo juga merasakan hal yang sama. Ia sejujurnya tidak tahan lagi. Terlebih, melihat kekasihnya itu memohon dengan tatapan sayu nan menggoda. Hasrat itu ia pendam mati-matian karena ingin bermain-main sedikit lebih lama. Toh, tidak ada salahnya, melihat sisi binal seorang Kevin yang bisa dilihat Sunwoo seorang, bukan?
Dilihatnya bagaimana Kevin bersusah payah. Beberapa kali ia dapati gigitan Kevin terlepas dari pengait.
Sunwoo terkekeh, “Ah, payah. Masa buka kancing sama resleting doang gak becus. Semangat diewe doang, ya kak? Giliran disuruh usaha dikit kayak ogah-ogahan. Niat gak sih gue ewe sampe tolol?”
Kim Sunwoo dengan mulut brengseknya. Ia kira membuka pengait dengan mulut adalah perkara mudah? Anehnya, Kevin suka. Suka didisiplinkan, suka didominasi, suka jika harga dirinya diinjak-injak oleh Sunwoo. Tiap untaian kata hinaan yang Sunwoo lontarkan justru membuat Kevin semakin gigih untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Tak berapa lama, kancing dan resleting pun ia buka dengan gerakan sensual. Tak hanya itu, Kevin juga menurunkan jeans dan celana dalam dengan menggunakan giginya. Kemudian, tangannya bergerak melepas jeans hingga ke bawah.
Milik Sunwoo yang sedari tadi terasa sesak dalam balutan kain itu, akhirnya tampak menegang dengan sempurna. Seolah tidak sabar ingin segera merasakan miliknya berada dalam mulut Kevin.
Kini giliran Kevin yang bermain. Dikecupnya ujung milik Sunwoo, lidahnya bergerak menggoda disetiap bagian penis, menghisap dengan kuat ujung pangkal itu.
“Nghh—ahhh....” Lenguhan tak sanggup Sunwoo bendung, diusapnya rambut berwarna kecoklatan Kevin yang penuh akan peluh.
Setelah puas bermain dengan ujung pangkal penis, Kevin memasukkan seluruh bagian milik Sunwoo hingga mulutnya penuh. Ia sempat berpikir bahwa ukuran penis kekasihnya itu kian hari kian bertambah.
Tangan sebelah kanannya menjambak rambut Kevin sambil menggerakkan kepalanya agar penisnya masuk hingga ke rongga mulut terdalam. Sementara itu, tangan kirinya bertumpu pada ujung sofa karena takut dirinya limpung menahan nikmat.
Mulut yang diisi oleh penis itu mulai bergerak teratur maju mundur. Semakin sering ia mendengar lenguhan nikmat sang dominan, semakin ia merasa tertantang untuk memberi nikmat yang mampu membawanya terbang menuju nirwana. Gerakan maju mundur itu dipercepat hingga penis Sunwoo terasa sesak pada mulut Kevin. Namun ia pantang menyerah sebelum diberi intruksi untuk menghentikan permainannya.
“Ahhh—feels good.Ternyata mulut kakak selain bisa dipake ngedesahin nama gue, jago juga dipake buat nyepong.”
Bagian selatan Kevin kian menegang dan terus-menerus mengeluarkan cairan acapkali Sunwoo melontarkan kalimat merendahkan. Hasrat dalam dirinya menggebu-gebu.
Gerakan mulut Kevin mulai melemah, oksigen yang ia hirup sangat terbatas. Jika ia berhenti, maka sia-sia usahanya. Penis milik Sunwoo dikeluarkan, Kevin perlu waktu untuk menghirup oksigen. Setelah jeda beberapa detik, Kevin masukan kembali milik Sunwoo dalam satu gerakan hingga memenuhi rongga mulutnya.
*“Nghhh, kak i'm close...”*
Kepala Kevin ditahan oleh tangan Sunwoo, kini yang bergerak hanyalah pinggul Sunwoo dengan hentakkan kasar hendak mencapai puncak. Pada hentakan ketujuh, Sunwoo mencapai putihnya.
Baru saja Kevin hendak mengeluarkan milik Sunwoo dari mulutnya, sang pemilik justru menahan kepalanya.
“Telen semua, jangan sampe ada sisa.”
Lagi-lagi instruksi tak terbantahkan. Ia menelan habis cairan yang keluar di dalam mulutnya. Dikeluarkannya milik Sunwoo, buru-buru Kevin menghirup oksigen. Tangannya mengusap leher yang terasa sakit.
Setelah mengambil jeda untuk menetralisir diri, Sunwoo mendongakkan dagu Kevin. Tatapannya fokus pada manik sayu, yang sungguh selalu mampu membuatnya merasa naik lagi.
Dikecup, dijilat, dikulumnya bibir tipis milik Kevin. Rasanya selalu sama, manis. Lumatan yang semula perlahan, justru kian memanas. Lidah yang saling bertautan hingga membentuk benang saliva, bibir Kevin yang digigit pelan diselingi tawa keduanya. Benar-benar khas kedua insan yang tengah dimabuk asmara.
Keduanya melepas tautan bibir untuk menghirup oksigen dengan susah payah. Menempelkan kening sambil tersenyum dan saling memberi afeksi.
“Sekarang, coba kakak nungging yang bener ke arah gue.”
Yang diberi titah menurut patuh. Bokong sintal mulus tanpa cela itu ditampar keras bergantian, kanan-kiri-kanan-kiri.
“A-AKHHH...SA-SAKITT!!!”
“Ngeluh sakit, tapi suka kan gue tampar kayak gini?”
Kevin menggigit bibir sambil mengangguk cepat. Mulutnya tidak bisa berbicara dengan benar saat ini. Agenda yang saat ini Sunwoo lakukan adalah meremas pelan kedua bongkahan bokong indah Kevin, lalu mencabut vibrator yang sedari tadi mengisi penuh lubang favoritnya.
“Padahal lobang kakak udah gue masukin vibrator gede, loh. Tapi, kenapa pas gue cabut vibratornya, lobangnya berkedut seolah-olah pengen langsung rasain punya gue masuk terus genjot kakak sampe nangis?” Ucap Sunwoo dengan nada menggoda.
“Mau...mau diisi sama punya Sunwoo. Vibrator itu gak sebanding sama enaknya ngentot pake punya lo.” Rengek Kevin, suaranya sarat akan hasrat. Beginilah jika Sunwoo yang mendominasi. Ia akan dituntut untuk selalu memohon, mengemis-ngemis.
Lubang anal yang tampak berwarna merah muda nan menggoda itu, diusap pelan dengan jarinya. Sunwoo mendekatkan mulutnya, memainkan lidah dengan gerakan memutar disekitar lubang anal Kevin. Kemudian, lidah Sunwoo masuk ke dalam lubang yang sudah meregang itu, bergerak mengobrak-abrik kewarasannya.
*“Mmhh..Sunwoo please.“*
Kevin tidak bisa berhenti merapalkan nama Sunwoo seiring lenguhan yang keluar dari mulutnya. Tangan Kevin saling bertautan dan meremas kuat hingga memutih. Matanya terpejam dan kepalanya mendongak, pertanda bahwa ia sangat menikmati sensasi aneh yang terasa seperti tersengat aliran listrik.
“Kak, kalo gue ewe lo sekarang gimana?”
“Ma—mau diewe sama Sunwoo, please? Pake gue sepuasnya. Ancurin gue pake punya lo.”
Sunwoo tidak kuasa lagi menahan diri, ditariknya Kevin menuju ke depan cermin yang letaknya berjarak dua meter dari sofa tempat mereka melakukan aktivitas sedari tadi.
Posisi tubuh mereka menghadap ke arah cermin. Sunwoo memandangi kekasihnya itu, dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan tatapan takjub. Bagaimana bisa tuhan menciptakan manusia seindah ini?
“Sunwoo? Kita beneran mau lakuin disini?” Tanya Kevin, sambil menghadap ke arah Sunwoo.
“Emangnya kenapa? Lo gak mau, kak?”
“Gue malu.” Ucap Kevin sambil menundukkan wajahnya.
Sunwoo membalikkan badan Kevin dalam satu gerakan untuk kembali menghadap ke arah cermin. Dagu kekasihnya dicengkeram, dipaksa mendongak menatap cermin.
“Buka mata lo, kak. Kenapa mesti malu? Gue pengen ngewein lo didepan cermin, pengen denger lo ngedesahin nama gue, liat lo berantakan karena genjotan gue. Lo harus tau, kalo gue merasa beruntung karena lo milik gue. Gue bahkan gak pernah capek muji keindahan diri lo. Gak ada satupun bagian dari lo, yang gak gue suka. Gue, udah jatuh terlalu dalam cuma buat kak Kevin.”
Intonasi yang terdengar dari setiap kata yang Sunwoo ucapkan sangat mengintimidasi namun membuatnya merasa—hangat. Hal yang paling ia sukai adalah bagaimana Sunwoo selalu bisa membuatnya merasa bahwa dirinya beruntung memiliki sosok yang selalu memberinya cinta begitu banyak. Ia merasa hidupnya yang selama ini kosong justru dipenuhi cinta. Ia sama sekali tidak merasa kurang apapun.
Dikecupnya bibir Sunwoo, “Makasih, sayang. Gue juga beruntung banget bisa punya lo.”
“Sekarang, janji sama gue, apapun yang bakal lo hadapi gak akan merubah fakta kalo kakak itu sosok yang paling istimewa buat gue. Gak perduli mau ada orang yang jauh lebih hebat. Cuma bareng kakak, gue merasa dunia gue utuh.”
Kevin mengangguk, membalikkan tubuhnya menghadap ke cermin. Kali ini, ia yakin kalau bersama Sunwoo, dirinya tidak perlu merasa ragu.
Kaki sebelah kanan Kevin diangkat, bertumpu pada rak meja. Sunwoo meraih lubrikan dan kondom yang selalu siap sedia di laci. Jari telunjuk dan tengahnya diolesi lubrikan, guna melumasi anal Kevin agar saat miliknya masuk, Kevin tidak merasa kesakitan. Bungkus kondom ia robek dengan sekali gigit dan dipasang dengan posisi yang pas pada miliknya.
“Gue masuk sekarang ya, kak?” Tanya Sunwoo meminta persetujuan.
“Iya, masukin punya lo sekarang. Jangan bikin gue nunggu lebih lama.”
Pangkal penisnya masuk ke dalam lubang anal Kevin. Kemudian di dorongnya perlahan hingga masuk sepenuhnya. Kevin yang belum terbiasa, menggigit bibir agar tidak memekik.
Dibiarkannya penis yang berada sepenuhnya dalam lubang anal Kevin untuk beradaptasi. Pundak Kevin dibubuhi kecupan bertubi-tubi guna menetralisir nyeri. Punggung Kevin diusap penuh kasih sayang.
“Kakak cantik, kalau udah siap kasih tau ya? Biar gue bisa gerak.”
“Ngghh—Sunwoo, lo boleh gerak sekarang.”
Setelah mendapat lampu hijau, Sunwoo mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur. Tangan kirinya memegang pinggul Kevin, sementara tangan kanannya memainkan nipple yang sudah menegang.
“Sshh-ahhh...fasterhh,” racau Kevin.
“Liat kak, betapa jalangnya lo didepan kaca. Muka lo keliatan sange banget. Gue gak tahan pengen genjot lo sampe mentok, tapi baru gue genjot segini aja lo udah nangis?” Sunwoo mengusap air mata yang menetes di pipi Kevin.
“Enak banget, ya? Sampe lo nangis gini kak? Padahal ini belum seberapa.”
“Enak banget. Mau digenjotin kasar sama Sunwoo, mau digenjot sampe mentok. ya, ya?” Ucap Kevin dengan nada memohon sambil merengek.
“Giliran dong, kak. Lo gerakin pinggul lo. Gue pengen rasain goyangan lo. Bisa ya, kakak cantik?”
Kevin merasa tertantang. Ia menggoyangkan pinggulnya semakin cepat.
“Ugh, kakak kesayangan gue jago banget bikin gue enak. Tahan, ya? Kita keluar bareng-bareng.”
Tubuh Kevin gemetar, bahkan cengkraman tangan pada meja sudah tidak bertenaga. Namun dengan cepat, Sunwoo menahan tubuh Kevin.
Baik Sunwoo maupun Kevin sama-sama sudah hilang akal. Sinting, pikir Sunwoo. Ini terlalu nikmat. Disuguhi pemandangan Kevin didepan cermin saat sedang digagahi, bagian selatannya juga terasa dipijit kala sfingter anal milik Kevin mulai mengetat. Tidak pernah ia bayangkan bahwa bercinta bisa senikmat ini.
“Ahhh, enak banget kak. Gue udah deket. Keluar bareng, ya?” Sunwoo kalang kabut, nafas keduanya sama-sama memburu, mengejar putih yang sedari tadi hendak dicapai.
Kini, Sunwoo mengambil alih. Ia menghentakkan penisnya jauh lebih dalam dan kasar. Hentakkan Sunwoo sungguh brutal, dan membuat Kevin mencapai putih lebih dulu disusul Sunwoo.
Keduanya hampir ambruk, namun Sunwoo bergegas menggendong tubuh Kevin ala bridal style menuju tempat tidur.
Kepala Kevin bersandar di dada Sunwoo. Saling merengkuh satu sama lain. Saling memberi kecupan dan afeksi melalui tindakan non-verbal.
“Kak Kevin, kita istirahat dulu, ya? Nanti kalau udah gak capek, kita bersih-bersih.”
“Iya Sunwoo, anak manis kesayangannya kakak. Makasih ya, buat semuanya. Gue sayang lo.” Bibir ranum merah muda milik Sunwoo dikecup pelan, sembari ibu jari Kevin mengusap pipi berisi Sunwoo.
“Gue juga sayang banget sama kak Kevin, kalo bisa diukur ada kali segede bulan,” ucap Sunwoo sambil tangannya bergerak membentuk lingkaran seperti bulan.
Yang lebih tua terkekeh, malu bercampur bahagia. Lucu, Sunwoo-nya lucu sekali. Andai bisa menghentikan waktu, ia berharap semoga moment ini bisa mereka nikmati dalam waktu yang lama.
Malam itu keduanya sempat lupa bahwa dunia sedang tidak berpihak pada hubungan mereka. Namun, saling melepaskan bukanlah solusi. Kedua tangan mereka saling bertautan, kening keduanya saking menempel dan saling memberi tatapan hangat, “Kak, besok kita lawan dunia bareng-bareng, ya? Susah senangnya, kita laluin sama-sama.” Kevin ulas senyum paling manis buat Sunwoo seorang.
“Kalo ada yang ngomong jahat lagi, aduin aja biar gue tonjok sampe babak belur orangnya.”
Kevin tertawa remeh, “Alah lagaknya, gaya banget mau nonjok orang, mending lo pake tenaga buat ngewe.”
“Mau lanjut sampe ronde berapa sih? Gue sanggup-sanggup aja.”
“Gantian lo yang gue masukin.”
“Deal, tagih aja nanti jatah minggu depan.”
- end.