learn to forgive the world.

di usiaku 23 tahun, aku selalu belajar untuk memahami alasan macam apa yang membuat seseorang memilih untuk melakukan sesuatu. aku melihat sisi positif dari imajinasiku tentang pilihan hidup, perilaku, bahkan respon seseorang.

aku telah sampai pada titik dimana berusaha memahami seseorang dapat mengurangi kebiasaanku menyalahkan dunia akan hal diluar keinginanku yang tak kunjung terwujud.

aku mengerti semakin bertambah dewasa pemikiran seseorang, maka semakin luas lapang pandang dalam menilai sesuatu—dan rasanya sangat membantuku untuk mencapai proses pendewasaan yang dapat memulihkan aku dari rasa kecewa.

rasa kecewa sebelumnya yang muncul ketika aku belum cukup dewasa untuk menerima bahwasanya dunia tidak selalu berpihak padaku.

kecewaku sebagai anak tunggal yang seringkali melepas peluang karena hidupku yang terbiasa disetir.

kecewaku sebagai seorang teman yang tidak dianggap.

kecewaku sebagai sosok perempuan yang seringkali merasa rendah ketika melihat tatapan merendahkan yang ditujukan padaku.

rasa kecewa itu kini berubah sebagai penerimaan. aku berusaha untuk menerima kenyataan bahwa diriku tentu saja boleh merasa marah, sedih, kecewa ketika dunia tidak berpihak padaku seperti apa yang aku dambakan. toh, dunia nyata berbeda dengan fiksi. aku bukan tokoh utama dalam sebuah serial disney yang selalu mencicipi manisnya hidup.

memaafkan, menerima, merelakan adalah hal tersulit sejauh ini. terkadang aku pun mengutuk diri sendiri atas apa yang terjadi. namun, ketika itu terjadi aku merapalkan beberapa kalimat tentang memaafkan:

“aku memaafkan segala salah dan kurang ku.”

“aku memaafkan kedua orangtuaku yang tidak sempurna.”

“aku memaafkan orang-orang yang berbuat jahat padaku.”

“aku memaafkan orang-orang yang pernah berkata jahat dan memandang remeh diriku.”

“aku menerima diriku seutuhnya. segala kurang yang bisa ku ubah, akan ku ubah sebagai bentuk mencintai diri sendiri.”

ada rasa bangga yang tercipta ketika aku mulai berlapang dada tentang hal-hal yang tidak sesuai ekspetasi.

aku sangat bangga ketika aku ada di tahap pendewasaan ini.

belajar menerima, merelakan, memaafkan memang perlu waktu. mulai saat ini aku tidak akan ragu untuk memaafkan diriku.