terima kasih, kim sunwoo.

aku gak punya apa-apa di dunia ini. bahkan, jauh sebelum kamu hadir, aku hanyalah manusia yang menjalani hidup karena terpaksa. mati bukanlah opsi terbaik, namun bertahan hidup di dunia yang kejam ini membuatku merasa tidak berdaya.

suatu ketika kamu hadir di hidupku dan mengubah segala persepsi buruk terhadap dunia. aku merasa jauh lebih baik dan merasa hidup. presensimu adalah anugerah yang tidak terduga. segala tuduhanku mengenai takdir Tuhan dan betapa jahatnya semesta— seolah ditepis layaknya angin lalu.

kamu—memberikanku banyak kesempatan untuk merasakan bahagia. aku tidak menyesal memilih bertahan. aku tidak bisa membayangkan, bagaimana jadinya kalau dulu aku memilih menyerah. apakah kita akan bertemu?

andai saja saat itu aku menyerah, sepertinya aku adalah orang yang menyia-nyiakan kesempatan yang tidak semua orang bisa mendapatkannya. memang segala sesuatu dalam hidup ini sudah ada garis takdirnya yang tidak bisa disanggah, termasuk pertemuan kita.

bagaimana ya caraku mendefinisikan betapa sempurnanya kamu? kalau kata “sempurna” saja rasanya tidak cukup, harus aku gunakan ungkapan apa lagi?

tiap kali memikirkan namamu saja, kepalaku dipenuhi dengan memori indah. tergambar jelas bagaimana kamu berusaha sangat keras untuk membuatku menjadi orang yang paling bahagia.

tiba-tiba adegan yang lucu terbesit dalam benakku. saat itu aku menceritakan mengenai perjalanan hidupku yang tidaklah mudah. raut wajah kamu yang antusias mendengarkan secara seksama, mendadak berubah masam.

“aku kesel kenapa bisa orang-orang jahat ke kak kevin. kakak itu lebih cocok senyum dan bahagia, menerima banyak cinta, dan disayang-sayang kayak gini.” kepalaku diusap lembut. rasanya seperti mimpi. demi Tuhan—aku tidak pernah dilakukan selembut ini. aku terbiasa menerima tamparan dan caci maki.

“kak kevin harus tetap hidup, ya? satu-satunya hal yang pengen aku lakuin di dunia ini, aku pengen liat kak kevin bahagia. aku gak mau kehilangan senyum cantik yang selalu kakak kasih liat ke aku.”

“liat, sunwoo. berkat kamu, aku bisa bertahan sejauh ini.” aku menyimpan bunga anyelir berwarna merah muda di atas gundukan tanah yang sudah mulai ditumbuhi rumput liar.

“kamu pasti bangga kalau liat aku sekarang. aku udah mulai buka bread shop yang dari dulu pengen kita rintis sama-sama. kamu bahagia kan disana?” aku berusaha menahan air mata, soalnya aku tahu persis kalau kamu gak suka kalau liat aku sedih.

langit sudah tampak mendung, sepertinya akan turun hujan. “sunwoo, aku pamit pulang ya? nanti hari sabtu aku kesini lagi, bawa bunga kesukaan kamu.”

—fin