would you be mine?

“Yeoureum kamu masih dimana?” Suara via telepon terdengar dari seberang sana.

“Masih dirumah, kak. Kan janjiannya jam sepuluh?”

“Ini udah jam setengah sepuluh, tau. Jarak tempat kita ketemu dari rumah kamu itu tiga puluh lima menit.”

“Gampang lah, kan aku bisa ngebut nyetir motornya.”

“Jangan macem-macem, reum. Gak boleh ngebut-ngebut, nanti celaka.” Tersirat nada kekhawatiran dari jawaban Eunseo.

Yeoreum menghela napas, “Iya-iya, aku berangkat sekarang.”

“Hati-hati! Awas kalo ngebut.”

“Iya-iya bawel banget.” Telepon dimatikan secara sepihak oleh Eunseo.

Sebenarnya Yeoureum berbohong. Ia sudah tiba sejak pukul sembilan, hanya untuk mempersiapkan diri.

Kemarin saat Eunseo sedang di kantin, Yeoureum langsung menghampirinya. Kedua tangan Yeoreum memegang dua kotak yoghurt varian strawberry kesukaan. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk Eunseo.

“Kak, besok sibuk gak?”

Eunseo yang tengah menyantap nasi goreng hanya menjawab dengan gelengan kepala.

“Besok main yuk? Aku pengen jajan eskrim sama creepes di tempat biasa.”

“Boleh, jam sepuluh ya? Sore aku mau ke rumah tante.”

Yeoreum bangkit dari kursi kemudian mencium pipi Eunseo, “Oke, see you tomorrow!”

Sang pelaku yang mencium pipi Eunseo telah pergi meninggalkan semburat rona warna merah pada pipi kanan Eunseo.

Sudah menjadi hal biasa bagi keduanya memberikan kecupan manis pada pipi, sebagai teman. Keduanya berada pada jurusan yang sama, Ilmu Komunikasi. Eunseo satu tingkat lebih dulu, sementara Yeoreum adik tingkatnya.

Awal mula akrab saat Eunseo menjadi panitia ospek mahasiswa dan mahasiswi baru, Yeoreum selalu menempel padanya. Yeoreum itu punya tingkat rasa penasaran yang tinggi hingga seringkali membuat Eunseo menggelengkan kepalanya melihat tingkah yang lebih muda. Sejak saat itu, keduanya seperti lem dan perangko yang tidak dapat dipisahkan.

Yeoreum sejak awal memendam perasaan yang lebih dari sekadar sahabat, hanya saja acapkali hendak mengungkapkan perasaan mendadak nyalinya menciut.

Beberapa hari sebelum mengajak Eunseo untuk bertemu di tempat biasa, Yeoureum mengumpulkan nyali sekuat hati. Berniat untuk mengungkapkan isi hati yang selama ini ditutupi.

Orang-orang mengatakan bahwa cinta tidak harus memiliki. Bagi Yeoreum, jika cinta bisa diupayakan untuk dimiliki, kenapa tidak? Yeoreum memang tidak berharap lebih, hanya ingin membuat diri merasa lega. Soal bagaimana respon Eunseo, ia tidak ingin memikirkannya berlarut-larut.


Yeoreum duduk di bangku taman yang terletak di tepi danau. Yang ditunggu-tunggu belum menampakkan batang hidungnya, Yeoreum memanfaatkan waktu untuk merapikan penampilannya agar terlihat lebih menawan.

Ia lihat figur wajahnya pada cermin, rambut ikal berwarna cokelat, lipstick merah muda, cushion yang tidak terlalu tebal, bulu mata lentik yang cantik berkat maskara, dan eyeliner cokelat tipis pada sudut kelopak matanya.

Yeoreum mendengarkan lagu kesukaannya menggunakan airpod sambil menunggu Eunseo.

Beberapa menit kemudian, Eunseo datang menghampiri Yeoreum dengan langkah mengendap-endap. Pipi Yeoreum dicium oleh Eunseo, membuat yang lebih muda terkejut.

“Ih, kak Eunseo!” Yeoreum mengerucutkan bibirnya, lucu sekali, batin Eunseo.

“Selamat pagi menjelang siang, Tuan Putriku yang cantik!”

“Sini duduk, aku udah beli minuman favorit kakak.”

“Cie perhatian banget sih, udah tau kesukaan aku apa sampe dibeliin duluan.” Ucap Eunseo dengan nada meledek.

“Aku kenal sama kakak udah dua tahun, masa gak tau kesukaan kakak, sih.”