eclipse.

writing is healing♡


waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh, sudah saatnya mereka untuk pulang.

“sunwoo, kita pulang ya? besok kan ada jadwal pagi?”

raut wajah sunwoo berubah, “yahh.. boleh gak sih besok bolos aja?”

“jangan dibiasain, kalo banyak yang bolong absennya nanti kamu gak lulus. katanya mau cepet lulus?”

“yaudah kalo gitu kita pulang aja, kak. lagian kakak juga pasti capek. mau gantian gak nyetirnya?”

“eh gak usah, biar aku yang nyetir. kamu istirahat aja.”

keduanya berjalan ke parkiran menuju mobil. saat di mobil, sunwoo memposisikan diri duduk menyamping ke arah kevin agar bisa saling berhadapan. sunwoo memegang tangan kevin kemudian diciumnya dengan lembut. “makasih ya udah luangin waktunya. hari ini aku bahagia banget bisa main bareng sama kakak.”

tangan kevin menangkup pipi sunwoo, perlahan diusap dengan ibu jari. “aku juga mau bilang makasih. berkat kamu aku bisa seneng-seneng, kemarin aku stress ujian terus abis ketemu kamu stressnya hilang.”

mata keduanya saling bertemu, menatap dalam seolah tidak ingin hari ini berakhir. tanpa diucapkan lewat kata-kata, mereka bisa merasakan perasaan yang dimiliki oleh masing-masing sama kuatnya, sama dalamnya.

dengan gerakan tiba-tiba, kevin memberi kecupan pada bibir sunwoo. “kak kevin?”

yang dipanggil dengan sebutan kakak hanya menundukkan kepala, terlanjur malu.

“hey!”

sunwoo menangkup pipi kevin, “kak, kalau aku ajak ngomong direspon dong.”

“hmm...i-iyaa, sunwoo. aduh, maaf banget aku gak izin dulu... aku tadi—”

sebetulnya, sunwoo pun sedari tadi menahan diri untuk tidak mencium kevin. sunwoo tidak menyangka bahwa kevin menciumnya terlebih dahulu.

“kak, tadi katanya mau aku cium banyak-banyak, ya?”

“diem kim sunwoo!” pipi kevin memerah, tatapan matanya menghindari sunwoo.

“kalo gitu aku izin mau cium kakak, boleh?”

kevin tetap diam tanpa suara, berusaha menetralisir detak jantungnya.

“aku gak bakal cium kakak kalau belum dapet izin.”

kepala kevin mengangguk, namun bukan sekedar anggukan yang sunwoo ingin. “kak aku butuh jawaban, boleh atau enggak?”

“boleh, sunwoo. kamu boleh cium aku.”

sunwoo memberi kecupan pada kening, kedua sudut mata, pipi, dan hidung kevin.

“aku sayang banget sama kakak.”

“aku juga sayang banget sama kamu.”

ibu jari sunwoo mengusap bibir kevin, kemudian sedikit memiringkan kepalanya demi mendapat akses yang mudah untuk mencium bibir merah muda milik kevin.

sunwoo mengecup sudut bibir kevin, kemudian mulai melumat bibir kevin. lumatan itu dibalas oleh kevin dengan memberikan gigitan kecil pada bibir sunwoo.

suara di dalam mobil kini didominasi oleh kegiatan pertukaran saliva di antara keduanya, sebagai wujud melampiaskan rasa rindu yang dua minggu tertahankan.

keduanya sama-sama berantakan. jok mobil kevin sudah dimundurkan dan posisi sunwoo kini berubah duduk di atas pangkuan kevin. sunwoo menekan tengkuk kevin untuk memperdalam ciuman. rambut sunwoo berantakan, serta napas kevin yang tidak beraturan pertanda bahwa keduanya larut dalam ciuman.

kegiatan mereka diinterupsi oleh suara klakson yang tidak sengaja sunwoo tekan. keduanya tertawa untuk mencairkan suasana canggung.

“kak, makasih banyak buat semuanya.”

“makasih juga buat ciumannya.”

lalu keduanya memutuskan untuk kembali duduk ke posisi semula dan melanjutkan perjalanan pulang.


akhirnya kevin dan sunwoo tiba di trans studio, tempat mereka ingin melepaskan penat bersama. kevin mengantri untuk membeli tiket, sementara sunwoo membeli minuman.

setelah selesai mengantri, kevin menghampiri sunwoo yang jaraknya kurang lebih lima meter, “aku udah beli tiketnya.”

“kak minum dulu.” kevin langsung menenggak habis minuman yang diberikan sunwoo.

setelah minum, kevin memasangkan bandana berbentuk hiu di kepala sunwoo. “gemes banget hahaha kamu kayak digigit hiu.”

sementara bandana milik kevin sudah ia kenakan sejak berada di kasir.

“kenapa punya kakak gak hiu juga?”

“hiunya sisa satu, jadinya aku milih yang lain. kepikiran kayaknya lucu kalo kamu yang pake, ternyata beneran lucu.” ucap kevin sambil mengacak pelan rambut sunwoo. “mau main apa dulu?”

“ke ocean world dulu, yuk?.”

tangan sunwoo digenggam, kevin berteriak antusias, “LESGO.”


kevin dan sunwoo berencana untuk menaiki semua wahana yang ada. jujur saja, ini kali pertama kevin bermain di wahana bersama kekasihnya. terakhir kali kevin ke trans studio pada usia lima belas tahun, itu pun bersama adiknya, stella.

keduanya terlihat bak pasangan paling bahagia, melepaskan penat yang dirasakan dalam beberapa waktu terakhir.

saat menaiki bianglala, kevin adalah orang yang tampak paling antusias. “dulu waktu aku sama stella main kesini, kita gak sempet naik bianglala. gara-gara waktu itu stella pingsan kecapekan, alhasil kita langsung pulang.”

kevin meminjam handphone milik sunwoo dan mendokumentasikan ekspresi bahagia mereka hari ini.

“akhirnya gue bisa bebas dari ujian, i'm free yeay!!! hari ini gue bahagia banget bisa naik bianglala, ini pertama kalinya selama gue idup. sunwoo, liat sini.”

sunwoo melihat ke arah handphone sambil tersenyum, “gue gak sendirian dong, ini sama pacar kesayangan. kasian banget dia dua minggu ketar-ketir gak bisa ketemu gue haha, kamu kangen aku gak?”

“kakak pake nanya, ya kangen banget lah. kalo gak kangen mah udah aku putusin dari kapan.”

kepala sunwoo dipukul pelan, “sembarangan kamu kalo ngomong.”

“ya lagian pake nanya segala. kalo aku gak mikirin kita di tempat umum, aku pasti udah peluk sama cium kakak banyak-banyak.”

kevin tersipu, semburat merah muda terlihat jelas di pipinya.

“ciee pipinya merah... kakak beneran mau aku cium?” sunwoo dengan mulut kurang ajarnya yang berhasil membuat kevin terdiam.

“sabar ya, kak. nanti aku cium banyak-banyak.”


saat keduanya mulai merasa lelah, kevin membeli sosis sebagai pengganjal lapar.

melirik kesana-kemari, tidak ada satupun kursi tersedia untuk mereka duduk. alhasil, kevin dan sunwoo memakan sosis sambil berdiri.

sunwoo terlihat sangat menggemaskan saat mengunyah sosis. pipi kirinya mengembung akibat potongan sosis yang belum dikunyah. kevin merogoh saku untuk mengambil handphone miliknya, berniat mengabadikan betapa lucu kekasihnya itu.

“sunwoo, liat sini dong mau aku foto.”

“candid aja kak.” sunwoo berpose ala-ala candid.

melihat hasil foto barusan, kevin tidak kuasa menahan tawa. “hahahaha yaampun kamu kok gemes banget pipinya ngembung gitu.”

pipi sunwoo dicubit, “jangan dicubit, kalo pipi aku melar gimana?”

“aku tetep sayang meskipun pipi kamu melar.”

perjalanan dari rumah sunwoo menuju trans studio sekitar 2 jam. sepanjang perjalanan, sunwoo dan kevin memainkan playlist favorit mereka yang dibuat khusus. dalam satu playlist yang isinya puluhan lagu itu, mereka bernyanyi bersama tanpa jeda.

saat kevin salah menyanyikan lirik, sunwoo tertawa mengejek. kemudian lagu beyonce yang berjudul halo diputar, kevin sangat antusias dan menyanyikan nada tinggi dengan sempurna. sementara sunwoo salah nada saat menyanyikan part nada tinggi, kevin tertawa. yang lebih muda tidak terima.

“gara-gara makan nasi goreng nih aku jadi gak bisa nyanyi nada tinggi. lagian ngapain tadi malah masak nasi goreng yang banyak minyaknya.” wajah cemberut sunwoo tetap terlihat menggemaskan bagi kevin, suatu pemandangan yang tidak boleh kevin lewatkan barang sedetikpun.

“tapi kamu makan sampe abis, loh?”

“ya tetep aja semua gara-gara nasi goreng tadi kebanyakan minyaknya.”

aduh, kalau begini ceritanya kevin bisa khilaf mencium bibir ranum berwarna merah muda yang sedari tadi menggodanya.

tangan sunwoo dipegang lembut, “yaudah iya maaf ya, gak lagi-lagi aku ketawain kamu. jangan marah lagi, ya?”

sisi lembut kevin selalu bisa meluluhkan sunwoo. karena sejujurnya yang membuat sunwoo kesal bukanlah perihal nasi goreng, tetapi tentang bagaimana kekasihnya itu tidak memiliki cela sedikitpun dan itu membuatnya menjadi sedikit minder.

“iya dimaafin, tapi awas aja kalo ketawa lagi.”

mereka melanjutkan perjalanan sambil bercerita mengenai kesibukan masing-masing, tentang kucing-kucing manja di taman kampus yang kerap kali mereka ajak main, hingga hal-hal random lainnya.


sunwoo tersenyum melihat imess terakhir yang dikirim kevin.

“minggu aku free, ayo ketemu”

“minggu jam 9 aku jemput kamu ya”

akhirnya setelah dua minggu kevin sibuk dengan persiapan ujiannya, kevin menawarkan diri untuk bertemu dengan sunwoo pada hari minggu. kalau ditanya bagaimana perasaan sunwoo? terlihat jelas raut wajah sunwoo yang semula suram penuh harap, kini berubah sumringah.

sunwoo sama sekali tidak marah atau kesal mengenai alasan kenapa dua minggu terakhir mereka tidak bisa menghabiskan waktu bersama atau sekedar ketemu seperti biasanya. selain memang ada di jurusan yang berbeda, semester berbeda, jadwal mereka pun selalu bentrok. saat sunwoo kosong pagi, kevin ada jadwal. sunwoo kosong sore, kevin belajar buat ujian. sementara malam hari, sunwoo tidak ingin mengganggu waktu istirahat kevin. sunwoo ingin menjadi lebih perhatian dan mengerti kesibukan kevin.

padahal ini baru hari sabtu, tetapi sunwoo tidak bisa menahan euforianya. sunwoo ingin, pertemuannya dengan kevin berjalan lancar.

“aduh gue harus pake baju apa ya biar keliatan cakep?” sunwoo sedari tadi membongkar isi lemari, segala jenis baju ia keluarkan, dicoba satu-persatu sambil bergaya di depan kaca. kalau dilihat betapa kacaunya kondisi kamar sunwoo saat itu, bukankah seharusnya sunwoo tidak perlu ambil pusing tentang pakaian apa yang akan ia kenakan. tapi tetap saja ia kebingungan.

setelah semua pakaian dicoba, tersisa satu jas motif kotak kecil warna abu-abu, t-shirt putih, dan celana jeans putih hasil thriftnya dengan changmin minggu lalu. “ah oke, kayaknya gue pake ini aja.”


sekarang sudah hari minggu, sunwoo sudah siap-siap dari jam tujuh pagi. kalau ayah dan bunda ada di rumah, pasti merasa heran bagaimana seorang sunwoo sudah terlihat rapi di pagi hari. paling sunwoo menjawab, “ya namanya orang pacaran, bun. kalo ada agenda ngedate mah harus keliatan cakep. jangan sampe brandingnya jelek dimata doi.”

sunwoo duduk di tepi kasur dan melihat handphone miliknya, ternyata masih ada dua jam lagi. sambil menunggu kevin menjemput, sunwoo bermain.

selang setengah jam, terdengar suara orang mengetuk pintu. sunwoo kira tukang galon, ternyata saat pintu dibuka, terlihat kevin berdiri di depan pintu sambil tersenyum manis.

“loh, kak kevin? bukannya masih ada satu setengah jam lagi?”

“aku sengaja dateng lebih cepet, mau ngajak sarapan bareng. aku masak nasi goreng juga buat kamu.” kevin menunjukkan tas kecil berisi kotak makan yang berada di tangan kanannya.

tipikal cowok idaman paket lengkap. selain tampan, pintar, baik, kevin juga bisa masak. beberapa kali kevin membawakan sunwoo masakan buatannya. berbanding terbalik dengan sunwoo yang bahkan tidak bisa menggoreng telur. sunwoo merasa bersyukur karena kevin bisa melengkapi kekurangannya.

“ini aku gak disuruh masuk?”

“ah iya, ayo kak masuk.”

sunwoo dan kevin berjalan menuju dapur untuk menyiapkan makanan di meja. saat kotak makanan dibuka, semerbak aroma masakan khas yang membuat perut sunwoo berbunyi.

“kak kevin udah kayak cenayang ya tau aja aku belom makan.”

kepala sunwoo diusap lembut layaknya anak kecil, “kamu kalo gak ada bunda mah seharian juga gak bakalan makan. jangan dibiasain, nanti perutnya sakit.”

sunwoo tertawa kecil, ada benarnya. kalau bukan ayah, bunda atau kevin yang mengingatkan untuk makan, sunwoo pasti melewatkan makan hanya untuk bermain game kesukaannya.

“kak maaf banget kamu kalo ngomong begini gantengnya berkali lipat.” kevin tertawa kecil merespon sunwoo. sempat-sempatnya sunwoo menggoda kevin.

“yaudah yuk dimakan, nanti keburu dingin.”

agenda sarapan sudah selesai, kotak makan juga sudah dicuci bersih. sunwoo dan kevin duduk sebentar karena terlalu kenyang.

“kak, kita mau kemana hari ini?”

“waktu itu kamu pernah bilang pengen main ke trans studio, kan? sekarang masih kepengen gak?”

sunwoo tanpa jeda langsung menjawab, “pengen banget! udah lama gak main kesana.”

rambut sunwoo diacak pelan, “lucu banget pacar kakak. ayo sekarang kita ke trans studio, ya?”

sunwoo mengangguk antusias dan bergegas untuk pergi bersama kevin.

aku gak punya apa-apa di dunia ini. bahkan, jauh sebelum kamu hadir, aku hanyalah manusia yang menjalani hidup karena terpaksa. mati bukanlah opsi terbaik, namun bertahan hidup di dunia yang kejam ini membuatku merasa tidak berdaya.

suatu ketika kamu hadir di hidupku dan mengubah segala persepsi buruk terhadap dunia. aku merasa jauh lebih baik dan merasa hidup. presensimu adalah anugerah yang tidak terduga. segala tuduhanku mengenai takdir Tuhan dan betapa jahatnya semesta— seolah ditepis layaknya angin lalu.

kamu—memberikanku banyak kesempatan untuk merasakan bahagia. aku tidak menyesal memilih bertahan. aku tidak bisa membayangkan, bagaimana jadinya kalau dulu aku memilih menyerah. apakah kita akan bertemu?

andai saja saat itu aku menyerah, sepertinya aku adalah orang yang menyia-nyiakan kesempatan yang tidak semua orang bisa mendapatkannya. memang segala sesuatu dalam hidup ini sudah ada garis takdirnya yang tidak bisa disanggah, termasuk pertemuan kita.

bagaimana ya caraku mendefinisikan betapa sempurnanya kamu? kalau kata “sempurna” saja rasanya tidak cukup, harus aku gunakan ungkapan apa lagi?

tiap kali memikirkan namamu saja, kepalaku dipenuhi dengan memori indah. tergambar jelas bagaimana kamu berusaha sangat keras untuk membuatku menjadi orang yang paling bahagia.

tiba-tiba adegan yang lucu terbesit dalam benakku. saat itu aku menceritakan mengenai perjalanan hidupku yang tidaklah mudah. raut wajah kamu yang antusias mendengarkan secara seksama, mendadak berubah masam.

“aku kesel kenapa bisa orang-orang jahat ke kak kevin. kakak itu lebih cocok senyum dan bahagia, menerima banyak cinta, dan disayang-sayang kayak gini.” kepalaku diusap lembut. rasanya seperti mimpi. demi Tuhan—aku tidak pernah dilakukan selembut ini. aku terbiasa menerima tamparan dan caci maki.

“kak kevin harus tetap hidup, ya? satu-satunya hal yang pengen aku lakuin di dunia ini, aku pengen liat kak kevin bahagia. aku gak mau kehilangan senyum cantik yang selalu kakak kasih liat ke aku.”

“liat, sunwoo. berkat kamu, aku bisa bertahan sejauh ini.” aku menyimpan bunga anyelir berwarna merah muda di atas gundukan tanah yang sudah mulai ditumbuhi rumput liar.

“kamu pasti bangga kalau liat aku sekarang. aku udah mulai buka bread shop yang dari dulu pengen kita rintis sama-sama. kamu bahagia kan disana?” aku berusaha menahan air mata, soalnya aku tahu persis kalau kamu gak suka kalau liat aku sedih.

langit sudah tampak mendung, sepertinya akan turun hujan. “sunwoo, aku pamit pulang ya? nanti hari sabtu aku kesini lagi, bawa bunga kesukaan kamu.”

—fin

au kevsun/sunkev/sunmoon/moonsun dimana mereka berdua ini satu kampus sebagai junior-senior, yang merupakan anak fakultas keperawatan. gak sengaja bertemu dan akrab di salah satu event bakti sosial di panti asuhan yang diadakan fakultas kesehatan. waktu itu sunwoo jatuh cinta pandangan pertama ke kevin pas ngeliat gimana cerianya dia ngehibur anak-anak di panti. lucu banget. sunwoo gak mau ngedip karena takut kehilangan senyum sumringahnya kevin. yang sunwoo tau:

  1. Kevin suka anak kecil.
  2. Kevin itu jago banget kalo urusan ngehibur orang.
  3. Kevin itu talk active, gak pernah bikin suasana hening sampe ngerasa canggung.
  4. Kevin itu....cinta pertamanya.

waktu itu usiaku dua belas tahun

untuk pertama kalinya dalam hidupku merasakan apa yang wanita rasakan, menstruasi. rasanya takut sekali melihat darah yang keluar dari area vitalku. normal kok itu. setiap bulan wanita pasti mengalami menstruasi, mendengar itu, aku berusaha untuk memahami bahwasanya menstruasi adalah hal yang wajar bagi setiap wanita.

yang membuatku heran, bukannya menstruasi datang setiap bulan? tetapi ketika aku menginjak usia 13 tahun lebih tiga bulan, tepat satu tahun sejak pertama kali mengalaminya justru aku tidak pernah lagi mengalami menstruasi.

aku yang kurang pengetahuan, membiarkannya begitu saja. siklus menstruasi yang tidak pernah berjalan normal, terkadang dua atau tiga bulan, enam bulan, bahkan sembilan bulan aku telat mengalaminya.

hingga aku menginjak usia tujuh belas tahun

saat itu aku mulai mencari banyak informasi perihal kesehatan reproduksi wanita. bagaimana menstruasi berjalan seharusnya, mulai dari siklusnya, normalnya berapa hari, bagaimana tanda dan gejala yang dirasakan, dan berbagai kemungkinan penyakit yang muncul akibat tidak mengalami menstruasi teratur.

sepulang sekolah, aku membicarakannya dengan ibu. kemudian ibu membuat janji bertemu dengan salah satu dokter spesialis obsetrik dan ginekologi terbaik di kota tempatku tinggal untuk memeriksakan diriku.

hormon kamu gak stabil, ya? sering merasa tertekan? atau stres? bagaimana dengan pola makan dan tidur? apakah rutin berolahraga? runtutan pertanyaan dokter ajukan untuk menunjang hasil pemeriksaan. dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan ultrasonografi atau usg, namun tidak ada masalah pada rahimku. aku hanya diberikan obat pengatur hormon yang bentuk dan tata cara minumnya seperti pil kb, serta dianjurkan untuk rutin olahraga, mengatur pola makan dan tidur, juga jangan sampai stres.

sejak saat itu, aku bisa mengalami menstruasi jika mengonsumsi obat itu. tanpa obat, aku akan kembali pada siklus yang tidak teratur


usia sembilan belas tahun, aku memutuskan untuk memeriksakan diri kembali

selain siklus menstruasi yang tidak normal, aku juga sering merasakan nyeri perut hebat saat sedang menstruasi yang tentu saja membuatku tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya.

dilakukan kembali pemeriksaan ultrasonografi, tidak ada masalah. dokter mempersilakan aku dan ibu duduk dan menjelaskan dengan perlahan mengenai kondisiku.

“dari hasil pemeriksaan, saya menyimpulkan bahwa putri ibu mengalami infertilitas. infertilitas adalah suatu kondisi dimana organ reproduksi tidak subur, pada kasus putri ibu dikarenakan gangguan pada hormon. akibatnya, putri ibu akan kesulitan untuk memiliki anak. bisa saja diupayakan, akan tetapi memerlukan usaha yang tidak mudah.”

sekujur tubuhku lemas. aku bahkan tidak sanggup untuk menatap dokter, perawat, maupun ibu. perlahan air mataku mengalir begitu saja. aku menggigit bibir agar tidak terisak, namun tetap saja gagal. dibalik senyum yang ibu berikan untuk menguatkan, aku melihat raut wajah ibu yang sarat akan kesedihan dan kecewa. aku kecewa pada diriku sendiri.


menginjak usia dua puluh tahun

masih dengan luka yang sama, aku memutuskan untuk tidak terburu-buru membuka hati pada pria manapun. aku berpikir pria mana yang menerima seorang wanita yang tidak bisa melahirkan anak dari darah dagingnya sendiri. aku sudah pesimis, bisa saja orang tua atau bahkan keluarga sang pria menolakku begitu saja. bahkan sempat tersirat dalam pikiranku bahwa aku tidak ingin menikah. tak mengapa menghabiskan sisa hidup sendirian, mengembara kemana pun destinasi yang dituju—atau bahkan, pergi tanpa tujuan untuk menenangkan diri.


aku memfokuskan diri pada kegiatan sosial sejak usia dua puluh dua tahun. mengadakan kegiatan amal, berkunjung ke panti asuhan, atau menjadi volunteer sebagai tenaga medis untuk menolong orang yang kurang mampu.

bersyukur sekali dengan lingkungan yang saat ini aku jalani. berada dalam kesibukan dan orang-orang baik membuatku lupa bahwa aku punya luka. aku merasa ruang kosong dalam diriku terisi dengan keceriaan anak-anak yang bermain dengan riang di posko pengungsian, hatiku yang semula dingin kini merasa hangat hanya dengan pelukan dan ucapan terima kasih karena telah hadir di dunia ini untuk menolong sesama. sungguh, aku lebih suka hidup seperti ini.

aku tidak perlu memikirkan perihal pernikahan. ah, bahkan aku tidak berani bermimpi memiliki sebuah keluarga kecil yang hangat dan bahagia.

hingga suatu ketika aku mengenal seorang pria bernama lee juyeon, dokter spesialis kejiwaan yang juga memutuskan untuk menjadi relawan.

dua tahun saling mengenal dan bekerja di lingkungan yang sama, membuat kami semakin akrab. aku mengenalnya sebagai pria yang tidak ada cela. sama sekali. pria yang begitu sempurna. setiap kali melihatnya berinteraksi dengan anak-anak korban bencana yang mengalami trauma psikologis, senyum yang ia torehkan, tatapan matanya terasa hangat. cukup membuat hatiku terenyuh dan luluh. untuk pertama kalinya dalam hidupku mendambakan pria yang kerap disapa dokter juyeon bersedia menjadi bagian dari hidupku. lagi-lagi aku menahan diri, mana mungkin mau. aku sudah pesimis duluan.


setelah empat tahun semakin dekat—dalam konteks perasaan, membuat aku dan juyeon memutuskan untuk menjalin hubungan. juyeon, satu-satunya pria yang berupaya sangat keras untuk meyakinkan diriku membuka hati. lagipula, aku tidak ingin kehilangan kesempatan untuk merasakan bahagia dengan pria yang aku cintai. juyeon mencintaiku begitu banyak, cinta yang terlalu kuat untuk aku lepaskan.

hubunganku dan juyeon berjalan dengan baik. ia begitu dewasa ketika menyikapi berbagai konflik hubungan yang lazim terjadi di antara sepasang kekasih.


untuk merayakan hari jadi yang ke tiga hubungan kami, juyeon sudah mempersiapkan segala sesuatu. juyeon mereservasi salah satu restaurant di bagian rooftop yang seringkali kita lewati. hatiku terenyuh, ketika suasana rooftop berubah menjadi romantis. violin yang berada di atas panggung mulai memainkan musik klasik membuat suasana semakin terasa manis.


dulu sempat kehilangan emosi. aku bahkan gak bisa bereaksi apa-apa saat banyak hal terjadi dalam waktu satu minggu. mungkin bisa dibilang kayak mayat hidup kali ya. aku gak mandi, makan dan minum karena malas diomelin, gak belajar, kerjaanku cuma tidur saja. aku bahkan gak mau berinteraksi sama manusia, even with my parents. saat itu aku berdoa agar bisa merasakan emosi kembali, karena aku merasa sangat kosong. setelah dikabulkan oleh tuhan, aku justru menjadi orang yang sangat sensitif. terlalu sering marah ataupun menangis. aku menjadi sangat lelah dan kembali berdoa agar lebih baik aku tidak merasakan emosi apa-apa. sungguh manusia yang banyak mau tapi tidak pandai bersyukur.

siklus hidupku begitu hingga seiring berjalannya waktu aku mulai paham, kalau tidak selalu apa yang aku rasakan itu salah. tidak selalu marah itu salah, sedih itu dilarang, menangis itu tandanya lemah. semua emosi yang kita rasakan, beraneka ragam wujudnya. itu semua valid. kita tidak perlu menyalahkan diri sendiri karena terlalu sering bahagia, marah atau menangis—ya, meskipun aku lebih banyak sedihnya. ketika sedih pun responnya bermacam-macam. adakalanya aku tidak bisa bangkit dari tempat tidur karena terlalu larut dalam kesedihan. aku, bersusah payah membuat diriku bangkit dan selalu ada masa dimana orang dengan mudahnya mendorongku jatuh sebelum sampai pada tangga paling atas. siklus hidup memang begitu. bukan berarti pula kita tidak termotivasi untuk mencoba memperkuat diri agar sampai ke puncak.


halo, tias! selamat bertambah usia, ya cantik! semoga selalu dikelilingi dengan hal-hal yang baik. aku berdoa semoga segala sesuatu yang diinginkan bisa terwujud.

bertambah usia berarti waktu yang dimiliki berkurang ya? jadi jangan lupa untuk selalu menjadi orang baik. belajar yang serius, semangat untuk menggapai cita-cita, jadi anak yang baik, adik yang baik. jangan galak-galak sama kakak sendiri kayak tom & jerry aja wkwk.

oh iya, sebenernya aku gak jago bikin ucapan ginian tapi semoga niat baiknya bisa sampai ke tias, ya? baru lima belas tahun, perjalanan masih panjang. jangan dulu musingin soal cinta-cintaan soalnya cinta itu bikin pusing (ini sekedar ngasih saran sebagai orang yang udah hidup selama dua puluh satu tahun lebih dua bulan) hehehehehe. aduh maaf aku emang suka ngaco ngomongnya kemana-mana mohon dimaklum ya hehehe.

jangan lupa untuk bahagia selalu!

— siska.


seungyoun menggenggam lembut tangan milik sang kekasih, hangyul. setelah dua minggu dipenuhi tuntutan pekerjaan yang tiada habisnya, seungyoun bisa menghabiskan waktu berdua dengan hangyul. bagi seungyoun, tidak ada tempat paling tepat untuk dianggap sebagai rumah-nya selain hangyul. kekasihnya itu bisa membuatnya merasa aman dan nyaman saat dunia ini dipenuhi marabahaya. memberinya hangat ketika seungyoun mendapatkan tatapan dingin dari orang-orang di sekitarnya.

seungyoun merengkuh erat tubuh hangyul. keduanya saling memberi kehangatan, sementara di luar sedang hujan deras disertai gemuruh petir.


bagi seungyoun, justru apartemen mewah miliknya tidak berarti apa-apa jika tanpa hangyul. mewah saja tidak membuatnya merasa bahagia. ia perlu orang yang mampu mengisi kekosongan dalam hatinya yang selama lima belas tahun terakhir sangat hampa.